Masuk Islamnya orang asli Australia merupakan fenomena yang terus berkembang. Namun, alasan masuknya mereka ke dalam Islam sangat kompleks dan penuh sengketa, demikian menurut sebuah studi baru.
Dalam sebuah makalah yang dipresentasikan pada pertemuan Masyarakat untuk Studi Ilmiah Agama di Baltimore pada akhir Oktober tahun lalu dan dihadiri oleh Religioscope, peneliti Helena Onnudottir, Adam Possamai (University of Western Sydney) dan Bryan S. Turner (Wellesley College), media melaporkan bahwa fenomena "kebangkitan" Islam tengah melanda penduduk Aborigin, terutama di kalangan pria muda.
Padahal laporan para sosiologis berdasarkan sensus 1996, 2001 dan 2006, orang Aborigin lebih baik masuk ke dalam kategori "tidak punya agama" daripada harus masuk Islam, bahkan ketika itu jumlahnya mencapai 20,57 persen dibandingkan dengan rata-rata 18,6 persen secara nasional. Persentase orang Aborigin yang mengaku sebagai Muslim (0,22 persen) lebih kecil daripada angka untuk semua Muslim di Australia (1,7 persen).
Populasi Aborigin juga menunjukkan bahwa pemeluk Islamnya cukup beragam; sebagian besar di perkotaan (63,27 persen) dan sebenarnya.
Tetapi para peneliti juga mengetengahkan fakta yang cukup mengejutkan. Bahwa persentase yang lebih besar masuk Islam dari kaum Aborigin adalah laki-lakinya (58 persen).
Kajian Onnudottir's, Possamai dan Turner, sebuah versi yang ditampilkan dalam Jurnal Internasional untuk Studi Baru Agama, berpendapat bahwa identifikasi kekristenan dengan pemerintahan kolonial dan dominasi putih atas orang Aborigin mungkin telah mencemari agama dan mungkin menjadi alasan mengapa persentase Aborigin mempraktikkan agama Kristen menurun drastis dalam sensus.
Mereka mencatat bahwa Pentakostalisme, bentuk Kristen yang tumbuh paling cepat di Australia, belum banyak diterima oleh orang-orang Aborigin.
Mereka menyimpulkan bahwa media mungkin kaget dengan pertumbuhan Muslim Aborigin sebagai tren penting dalam agama Australia, di tengah dominasi sekuler yang menandai negeri ini.

0 komentar:
Posting Komentar