Bank Indonesia bekerjasama dengan para kyai dan ulama untuk mempromosikan berbagai program syariah kepada masyarakat, terutama pada umat Islam.
Hal tersebut disampaikan oleh Deputy Gubernur Bank Indonesia Dr. H. Muliaman D. Hadad di sela-sela Seminar Nasional Manajemen Syariah, Hotel Jaya Raya, Cipayung, Bogor, Jawa Barat.
"Secara rutin kita membuat program sosialisasi, kita undang para kyai untuk datang ke Bank Indonesia, kemudian kita ajak berbicara," ujarnya.
Menurutnya, untuk melakukan sosialisasi syariah ke tengah masyarakat diperlukan usaha yang kontinyu, sebab masih banyak masyarakat yang belum mengetahui keunggulannya.
Ia juga menyatakan, peraturan perundang-undangan yang ada saat ini sudah cukup kuat untuk mengakomodir pengembangan konsep-konsep syariah, namun untuk mengembangkan industri syariah yang lebih bervariasi diperlukan undang-undang khusus yang menjadi payung hukum kegiatan berbasis syariah itu.
Lebih lanjut Muliaman mengatakan, meski sudah cukup berhasil, namun pengguna jasa perbankan syariah masih relatif sedikit.
"Kebanyakan masyarakat banyak yang belum tahu keunggulannya, mereka cuma mengatakan jangan-jangan sama saja dengan bank umum, " imbuhnya.
Dengan lahirnya UU Perbankan Syariah, diharapkan perkembangan bank syariah ke depan akan mempunyai peluang usaha yang lebih besar di Indonesia. Hal-hal yang membuka peluang besar pangsa perbankan syariah sesuai UU tersebut adalah: Pertama, Bank Umum Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat tidak dapat dikonversi menjadi Bank Konvensional, sementara Bank Konvensional dapat dikonversi menjadi Bank Syariah (Pasal 5 ayat 7); Kedua; Penggabungan (merger) atau peleburan (akuisisi) antara Bank Syariah dengan Bank Non Syariah wajib menjadi Bank Syariah (Pasal 17 ayat 2); Ketiga, Bank Umum Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) harus melakukan pemisahan (spin off) apabila (Pasal 68 ayat 1): UUS mencapai asset paling sedikit 50% dari total nilai asset bank induknya; atau 15 tahun sejak berlakunya UU Perbankan Syariah.
0 komentar:
Posting Komentar