Jumat, 14 Oktober 2011

Zionis-Israel Diambang “Kiamat”

Rezim Zionis-Israel menghadapi "tsunami" politik akibat perubahan di dunia Arab, dan ini menjadi tanda-tanda keruntuhan rezim Zionis-Israel.

Nampak dengan sangat jelas, ketika Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu saat bersiap-siap untuk berbicara di Majelis Umum PBB pada hari Jumat, pemimpin Zionis-Israel itu melihat wajah-wajah para pemimpin dunia yang melihatnya dengan wajah yang muak.

Dunia Arab sudah berubah, dan sejak pertemuan global tahun lalu, di mana Israel menghadapi beberapa tantangan baru, bahwa ekonomi rezim Zionis-Israel itu, menghadapi kebangkrutan. Para pemimpin negara-negara Arab dan Muslim telah menutup pintu rapat-rapat terhadap rezim Zionis-Israel.

Sekutu terdekat Israel di dunia Arab, mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak, yang rela menjadi budak Zionis-Israel sekarang terkapar dan harus diadili. Dewan militer Mesir yang menggantikan Mubarak sudah tak lagi tertarik dan menjauhkan diri dari Israel. Dewan Militer Mesir, lebih suka memberikan ruang kepada oposisi. Apalagi setelah Ikhwanul Muslim, kekuatan politik utama di Mesir, menginginkan perjanjian damai dengan Israel yang dikenal dengan istilah Camp David (1978) dibatalkan. Kelompok Ikhwan telah mendapatkan kekuatan di Mesir. Dalam pidato Agustus di Tahrir Square, Kairo, seorang ulama Ikhwan Safwat Hegazi menyatakan: "Kami akan menunjukkan kemarahan kepada mereka.

Sekutu Israel lainnya di Suriah, Presiden Suriah Bashar al-Assad, menjadi sasaran oposisi yang terus bergolak. Situasi yang terjadi bisa berakhir dengan terjungkalnya al-Assad. Israel khawatir situasi politik di Suriah ini akan merembet ke Lebanon, yang akan membawa situasi yang lebih buruk lagi bagi Israel.

Bagaimana dengan hubungan Israel dengan Turki? Bias dibilang sudah compang-camping. Turki sudah tidak lagi melihat pentingnya Israel. Karena itu, Israel kehilangan sekutu strategisnya yang paling utama, selain kehilangan Mesir. Masih ditambah Otoritas Palestina secara dramatis menaikkan taruhan lebih dari negosiasi, di mana Otoritas Palestina (PA) mengajukan permintaan kepada PBB menjadi anggota penuh, dan kemungkinan akan memenangkan dukungan.

Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak mengakui, Turki sekarang lebih tegas, dan memberikan pengaruh yang luas, terutama bagi ekonomi Israel. Tidak ada lagi yang dapat diharapkan bagi masa depan hubungan antara Turki-Israel, sejak terjadinya penyerangan oleh Israel terhadap kapal kemanusiaan Mavi Marmara, yang menewaskan 8 orang warga negara Turki.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak meminta maaf atas "kesalahan" nya itu, kemudian berakibat fatal, diusirnya Duta Besar Israel dari Ankara, dan Turki membatalkan semua tingkat hubungan kerjasama dengan Israel. Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan menggambarkan Israel sebagai "anak manja Barat." Salah satu mitra utama Israel di dunia Islam tidak lagi mau menjawab telepon dari Tel Aviv, di mana Benyamin Netanyahu ingin berbicara dengan Erdogan. Benar-benar Perdana Menteri yang konyol.

Amerika Serikat pun pada saatnya tidak akan lagi mampu menolong "shohibnya" yang bernama Zionis-Israel yang sangat rasis dan biadab itu. RASAKAN!!!

0 komentar:

Posting Komentar